FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MANUSIA
1.
DEFINISI PERKEMBANGAN
Perkembangan (development) adalah proses atau
tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth)
berarti tahapan pertumbuhan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti
pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan a stage of development (McLeod, 1989)
Perkembangan sebagai rentetan perubahan perubahan
jasmani dan rohani manusia meuju ke arah yang lebih maju dan sempurna. Adapun
perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniah itu sendiri. Dengan kata
lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis
yang disandang oleh organ-organ fisik.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan akan
berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya. Sedangkan pertumbuhan hanya
terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik (maturation).
2.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
A.
Aliran Nativisme
Nativisme (Nativism) adalah sebuah doktrin filosofis
yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Bahwa perkembangan
individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir,
jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar. Tokoh utama
aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman.
Aliran filsafat nativisme konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang
memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Mengapa demikian? Karena para
ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan
oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh
apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesimisme
pedagogis”.
Sebagai contoh, jika sepasang orangtua ahli musik,
maka anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula. Harimau pun
hanya akan melahirkan harimau, tak akan pernah melahirkan domba. Jadi,
pembawaan dan bakat orangtua selalu berpengaruh mutlak terhadap perkembangan
kehidupan anak-anaknya.
Ambillah contoh, sepasang suami-istri yang memiliki
keistimewaan di bidang politik, tentu anaknya menjadi politikus pula. Namun,
apabila lingkungan, khususnya lingkungan pendidikannya tidak menunjang, misalnya
karena ia memasuki sekolah pertanian, sudah tentu ia tak akan pernah menjadi
politisi tetapi petani.
B.
Aliran Empirisisme
Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran
empirisisme (empiricism) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli
aliran ini adalah “The School of British
Empiricism” (aliran empirisisme Inggris). Namun, aliran ini lebih
berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah
aliran filsafat bernama “environmetalisme”
(aliran lingkungan ) dan psikologi bernama “enviromental
psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Reber, 1988).
Doktrin aliran empirisisme yang amat mashyur adalah
“tabula rasa”, sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau
lembaran kosong (blank slate/blank
tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti manusia itu semata-mata
bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan
pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para
penganut empirisisme (bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir seperti
tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak
menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang
mendidiknya.
Jika seorang siswa memeroleh kesempatan yang memadai
untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang politisi.
Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia tak akan pernah
menjadi pemusik, walaupun orangtuanya pemusik sejati.
C.
Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi (convergence) merupakan gabungan
antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan
arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama konvergensi bernama Louis
William Stern (1871-1938), seorang filosof dan psikolog Jerman.
Untuk lebih konkretnya, marilah kita ambil sebuah
contoh lagi. Seorang anak yang normal pasti memiliki bakat untuk berdiri tegak
di atas kedua kakinya. Tetapi apabila anak tersebut tidak hidup di lingkungan
masyarakat manusia, misalnya kalau dia dibuang ke tengah hutan belantara dan
tinggal bersama hewan, maka bakat berdiri yang ia miliki secara turun-temurun
dari orangtuanya itu, akan sulit diwujudkan. Jika anak tersebut diasuh oleh
sekelompok srigala, tentu ia akan berjalan di atas kedua kaki dan tangannya.
Dia akan merangkak seperti srigala pula. Jadi, bakat dan pembawaan dalam hal
ini jelas tidak ada pengaruhnya apabila lingkungan atau pengalaman tidak
mengembangkannya.
D.
Ajaran Islam
Salisu Shehu (1999) menyatakan bahwa bukan hanya
faktor hereditas dan faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi
perkembangan manusia. Dalam perspektif Islam penting diingat, bahwa faktor
ketentuan Allah merupakan hal yang juga mempengaruhi proses perkembangan dan
pertumbuhan. Dengan demikian, dalam Islam, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan meliputi faktor hereditas, faktor lingkungan, dan faktor ketentuan
Allah. Selain itu, manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, juga
dianugerahkan kebebasan berkehendak yang terbatas jika dibandingkan dengan
kekuasaan Allah.
Banyak disebutkan bahwa Allah adalah Maha Pencipta
segala sesuatu dan mengatur segala sesuatu. Dengan demikian, Dia memiliki
kontrol penuh atas segalanya dengan kekuatan dan pengaruhNya. Dalam berbagai
ayat Al-Qur’an, Dia menyebutkan fakta mendasar yang menunjukkan bahwa segala
sesuatu yang terjadi adalah atas persetujuan dan kehendakNya. Dengan kata lain,
Dia adalah penyebab utama dan mutlak dari segala yang terjadi. Dalam QS
Al-Takwir (81) : 29 yaitu
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o„ ª!$# >u‘ šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÒÈ
Artinya
: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Jadi, segala pergantian
siang dan malam, musim panas dan musim dingin, musim hujan dan musim kemarau,
kehidupan dan kematian, tumbuhya benih, tiupan angin, dan segalanya disebabkan
olehNya dan terjadi karena izin dan kehendakNya.
Namun dalam mengatur
hal ini, Allah menciptakan hukum sebab dan akibat yang bersifat fana. Dia
mengatur dan mengarahkan alam semesta berdasarkan hukum sebab dan akibat.
Misalnya, hujan dibuat sebagai salah satu alat penyebaran benih, kelaparan
dibuat untuk menjadi penyebab makan (makan sendiri menyebabkan kepuasan,
sementara makan makanan yang buruk menyebabkan penyakit). Jadi, dalam eksitensi
fenomenal ini, berbagai hal terjadi sebagai penyebab yang lainnya. Namun,
seperti yang dinyatakan Al-Qur’an, segala rangkaian kejaian sebab dan akibat
ini merupakan bagian dari ketentuan Allah.
Contoh paling mencolok
adalah riwayat Nabi Isa a.s Ibn Maryam. Allah membuatnya dapat berbicara dalam
buaiannya. Sebagaimana kita ketahui, perkembangan bahasa merupakan bagian
integral dari perkembangan kognitif. Dalam situasi normal, anak mulai berbicara
pada usia dua tahun sepatah dua patah kata, dan sejalan dengan itu mereka mulai
mengembangkan perbendaharaan bahasa. Kenyataan bahwa Nabi Isa a.s dapat
berbicara pada masa buaian menunjukkan kekuatan Allah. Hal ini bukan faktor
hereditas, juga bukan produk stimulasi intelektual dari lingkungan. Hal tersebut
lebih mengutamakan manifestasi dari kebijaksanaan Tuhan, kekuatanNya yang tidak
terbatas, kehendakNya, dan kemampuanNya untuk melakukan segala sesuatu.
Al-Qur’an menceritakan kejadian ini dalam beberapa ayat seperti dalam QS.
Ali-Imran (3):46 dan QS. Maryam (19):27-35.
Dalam hadits yang
diriwayatkan berbagai ahli hadits, termasuk Bukhari, Nabi Muhammad SAW
mengatakan bahwa keajaiban ajaib ini tidak hanya terjadi pada kasus Nabi Isa
a.s saja. Dia mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi pada orang lain, yang
dapat berbicara dalam buaian.
Dalam analisis ini
dapat dilihat bahwa Islam mengakui pentingnya dua faktor yang secara
fundamental mempengaruhi perkembangan, yakni faktor herediter dan lingkungan.
Banyak bukti tertulis dari Al-Qur’an dan Hadits menunjukkan pengaruh herediter
dan kekuatan lingkungan pada keseluruhan perkembangan individu. Namun, perlu
ditekankan bahwa pengaruh herediter dan lingkungan pada perkembangan seseorang
merupakan hal yang ditentukan oleh kehendak Allah. Oleh karena itu, herediter
dan kekuatan lingkungan merupakan medium dimana Allah menunjukkan kehendakNya
pada pertumbuhan dan perkembangan manusia secara keseluruhan.
No comments:
Post a Comment