Thursday, February 20, 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MANUSIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MANUSIA
1.      DEFINISI PERKEMBANGAN
Perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan pertumbuhan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah tahapan perkembangan a stage of development (McLeod, 1989)
Perkembangan sebagai rentetan perubahan perubahan jasmani dan rohani manusia meuju ke arah yang lebih maju dan sempurna. Adapun perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniah itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya. Sedangkan pertumbuhan hanya terjadi sampai manusia mencapai kematangan fisik (maturation).

2.      FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
A.    Aliran Nativisme
Nativisme (Nativism) adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran filsafat nativisme konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Mengapa demikian? Karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesimisme pedagogis”.
Sebagai contoh, jika sepasang orangtua ahli musik, maka anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula. Harimau pun hanya akan melahirkan harimau, tak akan pernah melahirkan domba. Jadi, pembawaan dan bakat orangtua selalu berpengaruh mutlak terhadap perkembangan kehidupan anak-anaknya.
Ambillah contoh, sepasang suami-istri yang memiliki keistimewaan di bidang politik, tentu anaknya menjadi politikus pula. Namun, apabila lingkungan, khususnya lingkungan pendidikannya tidak menunjang, misalnya karena ia memasuki sekolah pertanian, sudah tentu ia tak akan pernah menjadi politisi tetapi petani.

B.     Aliran Empirisisme
Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisisme (empiricism) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empiricism” (aliran empirisisme Inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama “environmetalisme” (aliran lingkungan ) dan psikologi bernama “enviromental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Reber, 1988).
Doktrin aliran empirisisme yang amat mashyur adalah “tabula rasa”, sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisisme (bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Jika seorang siswa memeroleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang politisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia tak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orangtuanya pemusik sejati.

C.    Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama konvergensi bernama Louis William Stern (1871-1938), seorang filosof dan psikolog Jerman.
Untuk lebih konkretnya, marilah kita ambil sebuah contoh lagi. Seorang anak yang normal pasti memiliki bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kakinya. Tetapi apabila anak tersebut tidak hidup di lingkungan masyarakat manusia, misalnya kalau dia dibuang ke tengah hutan belantara dan tinggal bersama hewan, maka bakat berdiri yang ia miliki secara turun-temurun dari orangtuanya itu, akan sulit diwujudkan. Jika anak tersebut diasuh oleh sekelompok srigala, tentu ia akan berjalan di atas kedua kaki dan tangannya. Dia akan merangkak seperti srigala pula. Jadi, bakat dan pembawaan dalam hal ini jelas tidak ada pengaruhnya apabila lingkungan atau pengalaman tidak mengembangkannya.

D.    Ajaran Islam
Salisu Shehu (1999) menyatakan bahwa bukan hanya faktor hereditas dan faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Dalam perspektif Islam penting diingat, bahwa faktor ketentuan Allah merupakan hal yang juga mempengaruhi proses perkembangan dan pertumbuhan. Dengan demikian, dalam Islam, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan meliputi faktor hereditas, faktor lingkungan, dan faktor ketentuan Allah. Selain itu, manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, juga dianugerahkan kebebasan berkehendak yang terbatas jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah.
Banyak disebutkan bahwa Allah adalah Maha Pencipta segala sesuatu dan mengatur segala sesuatu. Dengan demikian, Dia memiliki kontrol penuh atas segalanya dengan kekuatan dan pengaruhNya. Dalam berbagai ayat Al-Qur’an, Dia menyebutkan fakta mendasar yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas persetujuan dan kehendakNya. Dengan kata lain, Dia adalah penyebab utama dan mutlak dari segala yang terjadi. Dalam QS Al-Takwir (81) : 29 yaitu
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# >u šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÒÈ  
Artinya : Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Jadi, segala pergantian siang dan malam, musim panas dan musim dingin, musim hujan dan musim kemarau, kehidupan dan kematian, tumbuhya benih, tiupan angin, dan segalanya disebabkan olehNya dan terjadi karena izin dan kehendakNya.
Namun dalam mengatur hal ini, Allah menciptakan hukum sebab dan akibat yang bersifat fana. Dia mengatur dan mengarahkan alam semesta berdasarkan hukum sebab dan akibat. Misalnya, hujan dibuat sebagai salah satu alat penyebaran benih, kelaparan dibuat untuk menjadi penyebab makan (makan sendiri menyebabkan kepuasan, sementara makan makanan yang buruk menyebabkan penyakit). Jadi, dalam eksitensi fenomenal ini, berbagai hal terjadi sebagai penyebab yang lainnya. Namun, seperti yang dinyatakan Al-Qur’an, segala rangkaian kejaian sebab dan akibat ini merupakan bagian dari ketentuan Allah.
Contoh paling mencolok adalah riwayat Nabi Isa a.s Ibn Maryam. Allah membuatnya dapat berbicara dalam buaiannya. Sebagaimana kita ketahui, perkembangan bahasa merupakan bagian integral dari perkembangan kognitif. Dalam situasi normal, anak mulai berbicara pada usia dua tahun sepatah dua patah kata, dan sejalan dengan itu mereka mulai mengembangkan perbendaharaan bahasa. Kenyataan bahwa Nabi Isa a.s dapat berbicara pada masa buaian menunjukkan kekuatan Allah. Hal ini bukan faktor hereditas, juga bukan produk stimulasi intelektual dari lingkungan. Hal tersebut lebih mengutamakan manifestasi dari kebijaksanaan Tuhan, kekuatanNya yang tidak terbatas, kehendakNya, dan kemampuanNya untuk melakukan segala sesuatu. Al-Qur’an menceritakan kejadian ini dalam beberapa ayat seperti dalam QS. Ali-Imran (3):46 dan QS. Maryam (19):27-35.
Dalam hadits yang diriwayatkan berbagai ahli hadits, termasuk Bukhari, Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa keajaiban ajaib ini tidak hanya terjadi pada kasus Nabi Isa a.s saja. Dia mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi pada orang lain, yang dapat berbicara dalam buaian.

Dalam analisis ini dapat dilihat bahwa Islam mengakui pentingnya dua faktor yang secara fundamental mempengaruhi perkembangan, yakni faktor herediter dan lingkungan. Banyak bukti tertulis dari Al-Qur’an dan Hadits menunjukkan pengaruh herediter dan kekuatan lingkungan pada keseluruhan perkembangan individu. Namun, perlu ditekankan bahwa pengaruh herediter dan lingkungan pada perkembangan seseorang merupakan hal yang ditentukan oleh kehendak Allah. Oleh karena itu, herediter dan kekuatan lingkungan merupakan medium dimana Allah menunjukkan kehendakNya pada pertumbuhan dan perkembangan manusia secara keseluruhan.

No comments:

Post a Comment