Sunday, March 9, 2014

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DENGAN BELAJAR

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa hasil atau gagalnya pencapai tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), “perkembangan” adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata “berkembang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Dengan demikian, kata “berkembang” tidak saja meliputi aspek yang bersifat abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang bersifat konkret.
Maka, hubungan timbal balik antara perkembangan peserta didik dengan belajar adalah seperti berikut:
a.      Pengaruh perkembangan terhadap belajar
Pengaruh perkembangan terhadap belajar itu sangat banyak, seperti yang telah dipaparkan minggu lalu, bahwa perkembangan terhadap peserta didik itu terdapat 8 aspek, yaitu aspek jasmani, intelegensi, emosi, bahasa, kepribadian, sosial, moral dan keagamaan. Aspek-aspek perkembangan ini tentu berpengaruh terhadap belajar.
1.      Pengaruh aspek jasmani terhadap belajar
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti belajar. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat echoic dan iconic (gema dan citra). Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori siswa tersebut.(Muhibbin Syah,2012)
2.      Pengaruh aspek intelegensi terhadap belajar
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dnegan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber,1988). Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-oran tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluang untuk memperoleh sukses.
Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelegnsi siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negatif seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan merasa tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akbitanya, ia menjadi bosan dan frustasi karena tuntuan kebutuhan keingintahuannya merasa dibendung secara tidak adil. Di sisi lain, siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah mengikuti sajian pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar biasa positif tadi.
3.      Pengaruh emosi terhadap belajar
Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar ( Meiner dalam Khodijah, 2009:174). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Penjelasan tentang hal ini dapat diambil dari teori tentang struktur dan cara kerja otak, yaitu Otak Triune. Menurut teori ini, otak manusia terdiri dari manusia terdiri dari tiga bagian dan pemanfaatan seluruh bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat,lebih menarik, dan lebih efektif. Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian otak yang memainkan peran dalam belajar adalah neokoerteks, sedang yang memainkan peran besar dalam emosi adalah sistem limbik. Jika siswa mengalami emosi positif, maka sel-sel saraf akan mengirim impuls-impuls positif ke neokorteks dan proses belajar pun dapat terjadi. Sebaliknya, jika siswa mengalami emosi negatif, maka tertutup kemungkinan untuk timbulnya impuls-impuls yang mendorong belajar, tetapi yang terjadi adalah meningkatnya fungsi mempertahankan diri terhadap emosi yang tidak menyenangkan. Akibatnya, proses belajar menjadi lamban atau bahkan terhenti.
Karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi yang positif pada diri pelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat menggunakan neokorteks untuk tugas-tugas belajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang dimaksud di sini mencakup lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik menmcakup penataan ruang kelas dan penataan alat bantu belajar, sedang lingkungan psikologis mencakup penggunaan musik untuk meningkatkan hasil belajar. Penataan ruang kelas, seperti penataan tempat duduk, pajangan, dan penyediaan wewangian, memainkan peranan penting dalam menciptakan emosi positif dalam belajar. Bayangkan jika siswa masuk ke ruang kelas yang pengab dan bau dengan dinding yang kosong atau pajangan, serta susunan bangku yang membosankan, maka sulit diharapkan mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
            Selain penataan ruang kelas, penggunaan alat bantu belajar yang menarik dan musik yang lembut juga sangat membantu dalam penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan alat bantu menimbulkan “rasa” yang lebih baik dari penjelasan yang diberikan oleh guru, sedang irama, ketukan, dan keharmonisan musik mempengaruhi gelombang otak dan detak jantung, juga membangkitkan perasaan dan ingatan ( Lozanov seperti yang dikutip oleh DePorter, Reardon, dan Singer-Nourie, (dalam Khodijah, 2009: 176). Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa jenis musik yang tepat untuk merangsang dan mempertahankan lingkungan belajar yang optimal adalah musik barok (Bach, Corelli, Tartini, Vilvadi, Handel, Pachelbel, Mozart) dan musik klasik (Satie, Rachmaninoff). Karena struktur kord melodi dan instrumentasi kedua jenis musik tersebut membantu tubuh untuk mencapai keadaan waspada tetapi relaks (Schuter dan Gritton, seperti yang dikutip oleh Lozanov, seperti yang dikutip oleh DePorter, Reardon, dan Singer Nourie, 2000 (dalam Khodijah, 2009:176).
         Hal yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan  emosi positif adalah dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, (dalam Khodijah, 2009:176), kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan pada diri si pemelajar.
4.      Pengaruh bahasa terhadap belajar
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu:
a.       Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara) sudah berfungsi untuk berkata-kata.
b.      Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan meniru ucapan atau kata-kata yang didengarnya.
Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki sekolah dasar, ia sudah sampai pada tingkat: (1) dapat membuat kalimat yang lebih sempurna; (2) dapat membuat kalimat majemuk; (3) dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.
Di sekolah diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah pembendaharaan kata-katanya, mengajar  menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesustraan, dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk:
a.       Berkomunikasi dengan orang lain;
b.      Menyatakan isi hatinya;
c.       Memahami keterangan (informasi) yang diterimanya;
d.      Berfikir (menyatakan gagasan);
e.       Mengembangkan kepribadiannya, seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.
5.      Pengaruh sosial terhadap belajar
Berkat dipengaruhinya perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti membersihkan kelas dan halaman sekolah),  maupun tugas yang membutuhkan fikiran (seperti merencanakan kegiatan kemping, peringatan hari-hari besar keagamaan, membuat laporan study-tour).
Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan bekerjasama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan bertanggung jawab.
6.      Pengaruh moral terhadap belajar
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain ( Santrock,1995).
Antara moral peserta didik dengan hasil belajar terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Bagi peserta didik yang memiliki  moral yang baik maka dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah akan baik karena anak atau peserta didik tersebut dalam kehidupan sehari-harinya bermoral baik. Begitu juga dengan anak atau peserta didik yang moralnya tidak baik dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah peserta didik tersebut akan bermalas-malasan. Untuk meningkatkan prestasi peserta didk dalam  pembelajaran di sekolah, sangat ditentukan oleh moral peserta didik tersebut.
Oleh karena itu peranan orang tua dan guru sebagai pendidik harus mencerminkan moral atau tingkah laku yang baik kepada anak atau peserta didik, karena anak atau peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu yang besar tersebut akan mencoba apa yang mereka liat dalam kehidupan sehari-hari mereka.
7.      Pengaruh Keagamaan terhadap belajar
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agam sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya. Oleh karena itu kualitas seorang anak, akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Dalam kaitannya dengan hal ini, pendidikan agama di sekolah dasar mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai keagamaan di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD, dalam hal ini bukan hanya guru agama, akan tetapi kepala sekolah, dan guru-guru lain. Apabila smeua pihak yang terlibat itu telah memberikan contoh bagaimana melaksanakan nilai-nilai agama yang baik, maka pada diri para peserta didik akan berkembang sikap yang positif terhadap agama, dan pada gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragama pada dirinya.
Dalam kaitannya dengan pemberian materi agama, kepada peserta didik disamping mengembangkan pemahamannya juga memberikan latihan atau pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti melaksanakan solat, berdo’a, membaca Al-Qur’an (kepada peserta didik diwajibkan untuk menghafal surat-surat pendek berikut terjemahannya). Disamping membiasakan melaksanakan ibadah tersebut, juga perlu dibiasakan melaksanakan ibadah sosial, yaitu menyakut akhlak terhadap sesama manusia, seperti hormat kepada orang tua, guru dan orang lain; memberikan bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, menyayangi fakir-miskin, memelihara kebersihan dan kesehatan; bersikap jujur; dan bersikap amanah (bertanggung jawab).

b.      Pengaruh belajar terhadap perkembangan
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bila pula terjadi karena belajar. Contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupan orang tersebut.
Kenyataan tragis lainnya yang lebih parah juga terkadang muncul karena hasil belajar. Hasil belajar pengetahuan dan teknologi tinggi, misalnya, tak jarang digunakan untuk membuat senjata pemusnah sesama umat manusia. Alhasil kinerja akademik yang merupakan hasil belajar itu, disamping membawa manfaat, terkadang juga membawa madarat. Akan hilangkah arti penting upaya belajar karena timbulnya tragedi-tragedi tadi?
Meskipun ada dampak negatif dari hasil belajar sekelompok manusia tertentu, kegiatan belajar tetap memiliki arti penting. Alasannya, seperti yang telah dikemukakan di atas, belajar itu berfungsi sebagai alat mempertahankan kehidupan manusia. Artinya, dengan ilmu dan teknologi hasil belajar kelompok manusia tertindas itu juga dapat digunakan untuk membangun benteng pertahanan. Iptek juga dapat dipakai untuk membuat senjata penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang mungkin hanya dikendalikan oleh segelintir oknum, yakni manusia-manusia yang mungkin bernafsu serakah atau mengalami gangguan psychopathy yang berwatak merusak dan antisosial (Reber,1998).
Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun ( dalam hal ini Islam), belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Hal ini dinyatakan dalam QS Mujadalah:11 yang berbunyi:

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4
Artinya: “.... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ilmu dalam hal ini tentu daja tidak hanya berupa pengetahuan agama tetapi juga berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan kemajuan zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat baggi kehidupan orang banyak di samping bagi kehidupan diri pemilik ilmu itu sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tadi, anda selaku calon guru atau guru yang profesional seyogianya melihat hasil belajar siswa dari berbagai sudut kinerja psikologis yang utuh dan menyeluruh. Sehubungan dengan ini, seorang siswa yang menempuh proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman psikologis baru yang positif. Pengalaman-pengalaman yang bersifat kejiwaan tersebut diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecapakan yang destruktif (merusak).
Untuk mencapai hasil belajar yang ideal seperti di atas, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki profisiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajibannya, harapan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas sudah tentu akan tercapai.


REFERENSI

Yusuf, Syamsu.1992.Psikologi Pendidikan.Jakarta: CV Andira Bandung

Syah, Muhibbin.2012.Psikologi Belajar.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada