Belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa
hasil atau gagalnya pencapai tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses
belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), “perkembangan” adalah perihal berkembang.
Selanjutnya, kata “berkembang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti
mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi
bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Dengan demikian, kata “berkembang” tidak saja meliputi aspek yang bersifat
abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang
bersifat konkret.
Maka,
hubungan timbal balik antara perkembangan peserta didik dengan belajar adalah
seperti berikut:
a.
Pengaruh
perkembangan terhadap belajar
Pengaruh perkembangan terhadap belajar itu sangat
banyak, seperti yang telah dipaparkan minggu lalu, bahwa perkembangan terhadap
peserta didik itu terdapat 8 aspek, yaitu aspek jasmani, intelegensi, emosi,
bahasa, kepribadian, sosial, moral dan keagamaan. Aspek-aspek perkembangan ini
tentu berpengaruh terhadap belajar.
1. Pengaruh
aspek jasmani terhadap belajar
Kondisi
umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti belajar. Kondisi organ tubuh yang lemah,
apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas
ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak
berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam
menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Daya
pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan menyulitkan
sensory register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat echoic dan
iconic (gema dan citra). Akibat negatif selanjutnya adalah terhambatnya proses
informasi yang dilakukan oleh sistem memori siswa tersebut.(Muhibbin Syah,2012)
2. Pengaruh
aspek intelegensi terhadap belajar
Intelegensi
pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dnegan lingkungan dengan cara yang tepat
(Reber,1988). Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja,
melainkan juga kualitas organ-oran tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus
diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih
menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan
“menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat
kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi
kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih
sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka
semakin kecil peluang untuk memperoleh sukses.
Setiap
calon guru dan guru profesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan
intelegnsi siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negatif
seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan belajar siswa yang
bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan merasa tidak
mendapatkan perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan
terlampau mudah baginya. Akbitanya, ia menjadi bosan dan frustasi karena
tuntuan kebutuhan keingintahuannya merasa dibendung secara tidak adil. Di sisi
lain, siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah mengikuti sajian
pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan,
dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar
biasa positif tadi.
3. Pengaruh
emosi terhadap belajar
Emosi
berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar ( Meiner dalam Khodijah,
2009:174). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai
hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat
belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Penjelasan tentang hal ini
dapat diambil dari teori tentang struktur dan cara kerja otak, yaitu Otak
Triune. Menurut teori ini, otak manusia terdiri dari manusia terdiri dari tiga
bagian dan pemanfaatan seluruh bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat,lebih
menarik, dan lebih efektif. Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian otak yang
memainkan peran dalam belajar adalah neokoerteks, sedang yang memainkan peran
besar dalam emosi adalah sistem limbik. Jika siswa mengalami emosi positif,
maka sel-sel saraf akan mengirim impuls-impuls positif ke neokorteks dan proses
belajar pun dapat terjadi. Sebaliknya, jika siswa mengalami emosi negatif, maka
tertutup kemungkinan untuk timbulnya impuls-impuls yang mendorong belajar,
tetapi yang terjadi adalah meningkatnya fungsi mempertahankan diri terhadap
emosi yang tidak menyenangkan. Akibatnya, proses belajar menjadi lamban atau
bahkan terhenti.
Karena
itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi yang
positif pada diri pelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat
menggunakan neokorteks untuk tugas-tugas belajar. Untuk menciptakan emosi
positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang
dimaksud di sini mencakup lingkungan fisik dan lingkungan psikologis.
Lingkungan fisik menmcakup penataan ruang kelas dan penataan alat bantu
belajar, sedang lingkungan psikologis mencakup penggunaan musik untuk
meningkatkan hasil belajar. Penataan ruang kelas, seperti penataan tempat
duduk, pajangan, dan penyediaan wewangian, memainkan peranan penting dalam
menciptakan emosi positif dalam belajar. Bayangkan jika siswa masuk ke ruang
kelas yang pengab dan bau dengan dinding yang kosong atau pajangan, serta
susunan bangku yang membosankan, maka sulit diharapkan mereka dapat mencapai
hasil belajar yang optimal.
Selain penataan ruang kelas,
penggunaan alat bantu belajar yang menarik dan musik yang lembut juga sangat
membantu dalam penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan alat bantu menimbulkan “rasa” yang
lebih baik dari penjelasan yang diberikan oleh guru, sedang irama, ketukan, dan
keharmonisan musik mempengaruhi gelombang otak dan detak jantung, juga
membangkitkan perasaan dan ingatan ( Lozanov seperti yang dikutip oleh
DePorter, Reardon, dan Singer-Nourie, (dalam Khodijah, 2009: 176). Dalam hal
ini, penelitian menunjukkan bahwa jenis musik yang tepat untuk merangsang dan
mempertahankan lingkungan belajar yang optimal adalah musik barok (Bach,
Corelli, Tartini, Vilvadi, Handel, Pachelbel, Mozart) dan musik klasik (Satie,
Rachmaninoff). Karena struktur kord melodi dan instrumentasi kedua jenis musik
tersebut membantu tubuh untuk mencapai keadaan waspada tetapi relaks (Schuter
dan Gritton, seperti yang dikutip oleh Lozanov, seperti yang dikutip oleh
DePorter, Reardon, dan Singer Nourie, 2000 (dalam Khodijah, 2009:176).
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam
penciptaan emosi positif adalah dengan
penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, (dalam Khodijah, 2009:176),
kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas
belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas
yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya
minat, adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman, dan nilai
yang membahagiakan pada diri si pemelajar.
4. Pengaruh
bahasa terhadap belajar
Terdapat
dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu:
a. Proses
jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ
suara/bicara) sudah berfungsi untuk berkata-kata.
b. Proses
belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan meniru ucapan atau kata-kata yang
didengarnya.
Kedua
proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak
memasuki sekolah dasar, ia sudah sampai pada tingkat: (1) dapat membuat kalimat
yang lebih sempurna; (2) dapat membuat kalimat majemuk; (3) dapat menyusun dan
mengajukan pertanyaan.
Di
sekolah diberikan pelajaran bahasa yang dengan sengaja menambah pembendaharaan
kata-katanya, mengajar menyusun struktur
kalimat, peribahasa, kesustraan, dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali
pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan
mempergunakannya sebagai alat untuk:
a.
Berkomunikasi dengan orang lain;
b.
Menyatakan isi hatinya;
c.
Memahami keterangan (informasi) yang
diterimanya;
d.
Berfikir (menyatakan gagasan);
e.
Mengembangkan kepribadiannya, seperti
menyatakan sikap dan keyakinannya.
5. Pengaruh
sosial terhadap belajar
Berkat
dipengaruhinya perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebaya maupun dengan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar
di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai
dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik
(seperti membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan fikiran
(seperti merencanakan kegiatan kemping, peringatan hari-hari besar keagamaan,
membuat laporan study-tour).
Tugas-tugas
kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk
menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap
dan kebiasaan bekerjasama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan
bertanggung jawab.
6. Pengaruh
moral terhadap belajar
Perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
( Santrock,1995).
Antara
moral peserta didik dengan hasil belajar terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi. Bagi peserta didik yang memiliki
moral yang baik maka dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah akan
baik karena anak atau peserta didik tersebut dalam kehidupan sehari-harinya
bermoral baik. Begitu juga dengan anak atau peserta didik yang moralnya tidak
baik dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah peserta didik tersebut
akan bermalas-malasan. Untuk meningkatkan prestasi peserta didk dalam pembelajaran di sekolah, sangat ditentukan
oleh moral peserta didik tersebut.
Oleh
karena itu peranan orang tua dan guru sebagai pendidik harus mencerminkan moral
atau tingkah laku yang baik kepada anak atau peserta didik, karena anak atau
peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu yang besar tersebut akan mencoba
apa yang mereka liat dalam kehidupan sehari-hari mereka.
7. Pengaruh
Keagamaan terhadap belajar
Periode
usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agam sebagai
kelanjutan dari periode sebelumnya. Oleh karena itu kualitas seorang anak, akan
sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya.
Dalam kaitannya dengan hal ini, pendidikan agama di sekolah dasar mempunyai
peranan sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajaran,
pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai keagamaan di sekolah dasar harus menjadi
perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD, dalam hal ini bukan
hanya guru agama, akan tetapi kepala sekolah, dan guru-guru lain. Apabila smeua
pihak yang terlibat itu telah memberikan contoh bagaimana melaksanakan
nilai-nilai agama yang baik, maka pada diri para peserta didik akan berkembang
sikap yang positif terhadap agama, dan pada gilirannya akan berkembang pula
kesadaran beragama pada dirinya.
Dalam
kaitannya dengan pemberian materi agama, kepada peserta didik disamping
mengembangkan pemahamannya juga memberikan latihan atau pembiasaan keagamaan
yang menyangkut ibadah, seperti melaksanakan solat, berdo’a, membaca Al-Qur’an
(kepada peserta didik diwajibkan untuk menghafal surat-surat pendek berikut
terjemahannya). Disamping membiasakan melaksanakan ibadah tersebut, juga perlu
dibiasakan melaksanakan ibadah sosial, yaitu menyakut akhlak terhadap sesama
manusia, seperti hormat kepada orang tua, guru dan orang lain; memberikan
bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, menyayangi fakir-miskin,
memelihara kebersihan dan kesehatan; bersikap jujur; dan bersikap amanah
(bertanggung jawab).
b.
Pengaruh
belajar terhadap perkembangan
Belajar juga memainkan peran penting dalam
mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah
persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu
maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bila pula
terjadi karena belajar. Contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan
kepintarannya untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan
kehidupan orang tersebut.
Kenyataan tragis lainnya yang lebih parah juga
terkadang muncul karena hasil belajar. Hasil belajar pengetahuan dan teknologi
tinggi, misalnya, tak jarang digunakan untuk membuat senjata pemusnah sesama
umat manusia. Alhasil kinerja akademik yang merupakan hasil belajar itu,
disamping membawa manfaat, terkadang juga membawa madarat. Akan hilangkah arti
penting upaya belajar karena timbulnya tragedi-tragedi tadi?
Meskipun ada dampak negatif dari hasil belajar
sekelompok manusia tertentu, kegiatan belajar tetap memiliki arti penting.
Alasannya, seperti yang telah dikemukakan di atas, belajar itu berfungsi
sebagai alat mempertahankan kehidupan manusia. Artinya, dengan ilmu dan
teknologi hasil belajar kelompok manusia tertindas itu juga dapat digunakan
untuk membangun benteng pertahanan. Iptek juga dapat dipakai untuk membuat
senjata penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang mungkin hanya
dikendalikan oleh segelintir oknum, yakni manusia-manusia yang mungkin bernafsu
serakah atau mengalami gangguan psychopathy yang berwatak merusak dan
antisosial (Reber,1998).
Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun ( dalam
hal ini Islam), belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar
memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka.
Hal ini dinyatakan dalam QS Mujadalah:11 yang berbunyi:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4
Artinya: “.... niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.”
Ilmu dalam hal ini tentu daja tidak hanya berupa
pengetahuan agama tetapi juga berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan
kemajuan zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat baggi kehidupan
orang banyak di samping bagi kehidupan diri pemilik ilmu itu sendiri.
Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tadi, anda selaku calon guru atau guru yang profesional
seyogianya melihat hasil belajar siswa dari berbagai sudut kinerja psikologis
yang utuh dan menyeluruh. Sehubungan dengan ini, seorang siswa yang menempuh
proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman
psikologis baru yang positif. Pengalaman-pengalaman yang bersifat kejiwaan
tersebut diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan
yang konstruktif, bukan kecapakan yang destruktif (merusak).
Untuk mencapai hasil belajar yang ideal seperti di
atas, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam membimbing belajar
murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki
profisiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajibannya, harapan
terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas sudah tentu akan tercapai.
REFERENSI
Yusuf, Syamsu.1992.Psikologi Pendidikan.Jakarta: CV Andira
Bandung
Syah, Muhibbin.2012.Psikologi Belajar.Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada