Tuesday, April 15, 2014

Aspek-Aspek Psiko-Fisik Perkembangan Peserta Didik

Menurut para ahli, perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri.
Aspek-aspek Psiko-Fisik perkembangan peserta didik diantaranya:
a.      Aspek Jasmani dan Intelegensi
Perkembangan motor atau jasmani (fisik), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skill). Dalam psikologi, kata motor digunakan sebagai istilah yang menunjukkan pada hal, keadaan, dan kegiatan yanng melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Secara singkat, motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadao kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun.
Ada empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skill anak yang juga memungkinkan campur tangan orangtua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu:
1.      Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf
Sistem syaraf adalah organ halus dalam  tubuh yang terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central nervous system, yakni pusat sistem jaringan syaraf yang ada di otak (Reber,1988).
Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya, namun organ sistem syaraf apabila rusak tak dapat diganti atau tumbuh lagi.
2.      Pertumbuhan otot-otot
Otot adalah sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memilki daya mengkerut. Peningkatkan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatkan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
3.      Perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
Kelenjar adalah tubuh yang menghasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan ke seluruh bagian tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya melakukan kerjasama dalam belajar atau berolahraga, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis.
4.      Perubahan struktur jasmani
Semakin meningkat usia anak akan semakin meningkat pula ukuran  tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skill anak.  Kecepatan berlari, kecekatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran, keindahan melukis, dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses penyempurnaan struktur jasmani siswa. Perkembangan fisik siswa lebih signifikansi daripada usia kronologisnya sendiri. Timbulnya kesadaran seorang siswa yang berbadan terlalu besar dan tinggi atau terlalu kecil dan rendah jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya mungkin sekali akan mempengaruhi pola sikap dan perilakunya baik ketika berada di dalam kelas maupun di luar kelas.
Intelegensi menurut para ahli diantaranya menurut Wechler (1958) merumuskan intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Menurut J.P.Guilford, bahwa tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Lebih jauh, Guilford menyatakan bahwa intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus.
Perkembangan intelegensi Menurut John dan Conrad :
·         Laju perkembangan intelegensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja awal, setelah itu kepesatannya langsung menurun.
·         Puncak perkembangan pada umumnya dicapai dipenghujung masa remaja akhir (sekitar usia 20-an), selanjutnya perubahan-perubahan masa tipis berlangsung sampai dengan usia 50 tahun. Setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun untuk selanjutnya berangsur-angsur turun (deklinasi).
·         Terdapat variasi dalam waktu dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan tertentu.
b.      Aspek emosi dan bahasa
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar (learning). Emosi positif seperti perasaam senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi akan mempengaruhi inidividu untuk mengosentrasikan dirinya terhadap akitivas bekerja, seperti memerhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif berdiskusi, mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, dan disiplin dalam belajar.
Sebaliknya, apabila yang menyertai proses belajar itu emosi yang negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar tersebut akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
Perkembangan Bahasa yaitu bentuk komunikasi manusia yang paling sempurna daripada binatang, karena manusia dapat melakukannya melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada. Tiap individu dituntut untuk memiliki kemampuan menyatakan atau mengekspresikan pikirannya dan menangkap pemikiran orang lain melalui bahasa, sehingga komunikasi menjadi efektif. Anak-anak lebih dapat mengerti apa yang dikatakan orang lain daripada mengutarakan pikiran dan perasaan mereka dengan kata-kata.
Pada masa ini anak-anak sudah dapat membedakan berbagai benda disekitarnya serta melihat hubungan fungsional antara benda-benda tersebut. Disamping itu, penguasaan kosa kata anak juga meningkat pesat. Anak mengucap kalimat yang makin panjang dan bagus, menunjukkan panjang pengucapan rata-rata anak telah mulai menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk.
Sampai pada masa akhir anak-anak, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata anak meningkat dan cara anak-anak menggunakan kata dan kalimat bertambah kompleks. Dari berbagai pelajaran yang diberikan di sekolah, bacaan, pembicaran dengan anak-anak lain, serta melalui radio dan televisi, anak-anak menambah perbendaharaan kosa kata yang ia pergunakan dalam percakapan dan tulisan.
Disamping peningkatan dalam jumlah perbendaharaan kata, perkembangan bahasa anak usia sekolah juga terlihat dalam cara anak berpikir tentang kata-kata. Peningkatan kemampuan anak sekolah dasar dalam menganalisis kata-kata, menolong mereka dalam memahami kata-kata  yang tidak berkaitan langsung dengan pengalaman-pengalaman pribadinya. Peningkatan kemampuan analitis terhadap kata-kata juga disertai dengan kemajuan dalam tata bahasa. Anak usia 6 tahun sudah menguasai hampir semua jenis struktur kalimat. Dari usia 6-9 atau 10 tahun, panjang kalimat semakin bertambah. Setelah usia 9 tahun, secara bertahap anak mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat
Semakin matang organ-organ yang berkaitan dengan proses berbicara seperti alat bicara dan pertumbuhan/perkembangan otak, anak semakin jelas dalam mengutarakan kemauan, pikiran maupun perasaannya melalui ucapan atau bahasa. Hal itu tidak lepas ari pengaruh lingkungan, terutama orang tua atau keluarga. Anak yang selalu mendapat motivasi positif akan terpacu untuk mengembangkan potensi bicaranya.

c.       Aspek Kepribadian dan Sosial
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalamA.Supratika), yaitu: (1) tahap oral, (2) tahap anal: 1-3 tahun, (3) tahap palus: 3-6tahun, (4) tahap laten: 6-12 tahun, (5) tahap genetal: 12-18 tahun, (6) tahapdewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja (A.Supratika, Op Cit, hal. 56).
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Syamsu Yusuf (2007)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). ada masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun perasaannya.
Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kcenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selam periode ini orang melibatkan diri secara khusus dala karir, pernikahan dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif dan integritas.

d.      Aspek Moral dan Keagamaan
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain ( Santrock,1995).
Teori Kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi, dan redefeni atas teori Piaget. Menurut Kohlberg perkembangan moral manusia itu terjadi dalam tiga tingkatan besar, yakni:
1.      Tingkat moralitas prakonvesional, yaitu ketika manusia berada dalam fase perkembangan moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
2.      Tingkat moralitas konvesional, yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana (usia 10-13 tahun) yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
3.      Tingkat moralitas pascakonvesional, yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana (usia 13 tahun ke atas) yang memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial.
Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dalam kata lain, manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama), karena memiliki fitrah ini kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans”, dan “Homo Religious”, yaitu makhluk yang bertaruh atau beragama.
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaanya di tandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian.
2.      Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungannya.
3.      Penghayatan secara rohaniyah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
Berkaitan dengan pendidikan dan penanaman akhlak pada anak, Rasulullah SAW bersabda “Didiklah Anak – Anak Kalian, Sesungguhnya Mereka Diciptakan Menjadi Generasi Yang Berbeda Dengan Generasi Zaman Kalian” (HR Tirmidzi).

Ruang lingkup dan cakupan pendidikan agama islam untuk anak diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang cermat dalam memilih materi dan strategi pendekatan yang tepat. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa tingkat pemahaman anak adalah terbatas. Setidaknya terdapat dua kelompok besar bidang pengembangan dalam pendidikan agama islam untuk anak, yaitu bidang pembentukan perilaku melalui pembiasaan dan pengembangan moral dan nilai – nilai agama.

No comments:

Post a Comment